Belajar dari Ashabul Kahfi (Refleksi Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928)

Q.S. Al-Kahfi ayat 10:

10. (ingatlah) tatkala Para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi Kami petunjuk yang Lurus dalam urusan Kami (ini)."

Rasulullah SAW telah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa kelak
pada hari Kiamat Allah SWT akan memberikan perlindungan kepada tujuh (golongan) orang. Salah satunya
adalah golongan pemuda yang menyibukkan dirinya dengan beribadah kepada Allah sebagaimana
disebutkan dalam penggalan hadits berikut:

وشاب نشأ في عبادة ربه

Masa muda adalah masa puncak kekuatan dan semangat seorang manusia. Apa pun yang diinginkannya akan dengan mudah didapatkannya. Makanya Nabi mengatakan: pergunakan masa mudamu untuk kebaikan sebelum datang mata tuamu.

Masa muda adalah puncak gelora  nafsu syahwat. Syahwat adalah keinginan yang kuat untuk melakukan/memiliki sesuatu kesenangan. Banyak yang terjerumus dalam kemaksiatan yang disebabkan oleh nafsu syahwat karena tergoda dengan keseangan sesaat. Makanya Nabi pernah bersabda:

يا معشر الشباب من استطاع منكم البائت فليتزوج, فإنه أغض للبصر وأحسن للفرج.  فإن لم تستطع, فعليكم بالصيام, فإنه له وجاء.

Tidak sedikit pemuda yang terjerumus melakukan dosa maksiat karena faktor syahwat. Perzinahan, Perjudian, Minuman Keras, dsb. Tetapi, berbanding lurus dengan pemuda yang menjadi pelopor kemajuan dan pembangunan dunia. Salah satunya adalah persatuan Indonesia dimulai dari gerakan pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang selalu diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda.

Gerakan perubahan untuk memurnikan Pancasila dimotori oleh para pemuda. Gerakan Reformasi juga dimotori oleh para pemuda. Begitu banyak peran pemuda dalam pembangunan bangsa. Dan itu tidak akan berhenti karena dari satu generasi ke genarasi berikutnya selalu ada pemuda ibarat terjadi pergantian memegang tongkat estafet seiring bergantinya waktu.

Maka, Ashabul Kahfi patut menjadi teladan dalam perjuangan membela kebenaran. Utamanya dalam meneruskan dakwah Rasulullah SAW membangun masyarakat yang bernafaskan kalimat Laa Ilaha Illa Allah.

Ashabul Kahfi adalah sekelompok pemuda yang hidup pada masa raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as. Mereka adalah Maksalmina, Martinus, Kastunus, Bairunu, Danimus, Yathbunus dan Thamlika; adapun anjingnya bernama Kithmir. Mereka hidup di tengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok pemuda yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak perintah itu dan lari menjauh dari sang raja. Dikejarlah mereka untuk dibunuh. Namun, mereka selamat dari kejaran pasukan raja dengan bersembunyi di sebuah gua.

Ashabul Kahfi  mencari tempat berlindung di sebuah gua demi menyelamatkan diri dari ancaman pembunuhan oleh pasukan Raja Diqyanus karena menolak untuk berhenti menyembah Allah SWT. Mereka berdoa agar Allah SWT senantiasa  memberinya petunjuk yang lurus dalam setiap urusan yang mereka hadapi. Usaha mereka untuk bersembunyi di gua dan doa-doa mereka agar Allah senantiasa memberinya petunjuk merupakan bukti bahwa Ashabul Kahfi adalah sekelompok pemuda yang gigih mempertahakan iman, yakni iman tauhid yang hanya menyembah Allah SWT.

Dengan perlindungan Allah SWT mereka kemudian tidur selama bertahun-tahun di dalam gua itu. Kisah ini dapat kita temukan sumbernya pada ayat 11 Surah Al-Kahfi sebagai berikut:

11. Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu[873],

[873] Maksudnya: Allah menidurkan mereka selama 309 tahun qamariah dalam gua itu (Lihat ayat 25) sehingga mereka tak dapat dibangunkan oleh suara apapun.

Mereka kemudian bangun karena Allah yang membangunkannya sebagaimana sebelumnya mereka tidur karena Allah yang menidurkannya. Dengan kata lain mereka tidur selama berabad-abad itu karena memang Allah menghendaki demikian dalam rangka menyelamatkan jiwa dan iman mereka. Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim; menyebut angka 309 tahun untuk menunjukkan lamanya mereka tidur dalam gua. Mereka mulai tidur di jaman pemerintahan Raja Diqyanus dan baru bangun setelah raja yang berkuasa telah berganti beberapa generasi. Masyarakat beserta sang raja pada saat itu sudah beriman kepada Allah SWT.

Jadi, ada beberapa hikmah yang bisa dipetik:
1.       Berbuat kebaikan tidak perlu menunggu usia tertentu (nanti sudah dewasa, tua, dsb.). Ada penyakit umum, yaitu ketika yang muda diberi tugas dan tanggung jawab mereka mengatakan “kasi yang tua yang sudah berpengalaman”, ketika tugas itu diberikan kepada yang tua mereka juga berkata “”kasi yang muda yang masih kuat”.
2.       Nilai-nilai kebaikan dan kebenaran harus ditanamkan sejak dini pada anak-anak kita sebagai generasi pelanjut. Tugas orang tualah yang mengupayakan anaknya memiliki prinsip tauhid La Ilaha Illah Allah. Nabi mengatakan bahwa seorang anak lahir dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang akan merubahnya. Di sinilah peran pendidikan dalam membentuk karakter anak-anak.
3.       Memperjuangkan kebaikan dan kebenaran membutuhkan pengorbanan dan keihklasan.
4.       Orang-orang yang selalu menolong agama Allah, dengan berpegang teguh pada Al-quran dan Hadits serta ijtihad para ulama, akan senantiasa mendapat pertolongan Allah SWT.


Wallahu A’lam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ibadah dan Akhlak

Al-Quran Surah Al-Mukminun ayat 1 – 9 :    1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu...